(Gambar dari buku Deep Learning: Engage the world Change the world)
Pespektif buku Deep Learning: Engage the World, Change the World karya Michael Fullan, Joanne Quinn, dan Joanne McEachen, deep learning diarikan sebagai pendekatan pendidikan yang bertujuan menciptakan pengalaman belajar yang bermakna, relevan, dan transformatif. Pendekatan ini dirancang untuk membangun enam kompetensi global, yaitu karakter, kewarganegaraan, kolaborasi, komunikasi, kreativitas, dan pemikiran kritis. Fokusnya adalah pada pembelajaran berbasis masalah nyata yang relevan dengan dunia siswa, mendorong mereka untuk menjadi agen perubahan yang mampu memecahkan masalah kompleks.
Definisi
Deep Learning Menurut Berbagai Tokoh Pendidikan diantaranya Abdul Mu’ti yaitu pendekatan
pembelajaran yang bertujuan untuk mendorong siswa agar tidak hanya menghafal
informasi tetapi juga menghubungkannya dengan kehidupan nyata. Pendekatan ini
menekankan pada pemikiran kritis dan keterlibatan aktif siswa dalam proses
belajar. David Kolb (1984) menghubungkan deep learning dengan Experiential
Learning Theory, yaitu pembelajaran melalui siklus pengalaman langsung,
refleksi, konseptualisasi, dan pengujian aktif. Ia berpendapat bahwa pemahaman
mendalam muncul ketika siswa dapat mengaitkan pengetahuan dengan pengalaman
nyata. Fullan dan Langworthy (2014), deep learning mencakup tidak hanya
pemahaman akademik, tetapi juga pengembangan keterampilan hidup seperti
berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Hal ini
menjadi inti dari pendidikan abad ke-21. Deep
learning secara umum menekankan pemahaman yang lebih mendalam daripada sekadar
hafalan. Pendekatan ini penting untuk menyiapkan siswa menghadapi kompleksitas
dunia nyata dengan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, dan inovasi. Peran
guru sebagai aktivator yang merancang pengalaman belajar untuk mengembangkan
kompetensi global melalui pemecahan masalah dunia nyata. Selain itu, deep
learning bertujuan untuk meningkatkan keadilan pendidikan dengan memanfaatkan
rasa ingin tahu siswa secara intrinsik dan menciptakan pembelajaran yang
berorientasi pada hasil yang relevan secara sosial dan kultura
Pembelajaran
mendalam (deep learning) adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pada
penguasaan enam kompetensi global, yaitu :
1.Karakter yaitu mampu
mengembangkan nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, kasih sayang, dan
tanggung jawab moral.
2.Kewarganegaraan yaitu
mampu memahami dan berkontribusi pada masyarakat lokal dan global, dengan
mengedepankan keadilan sosial dan kepedulian lingkungan.
3.Kolaborasi yaitu kemampuan
bekerja sama dalam tim dengan berbagai latar belakang, termasuk membangun
kepercayaan dan mengelola konflik.
4.Komunikasi yaitu kemampuan
menyampaikan ide secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan, dalam
berbagai konteks budaya.
5.Kreativitas yaitu kemampuan
menciptakan solusi baru untuk masalah atau tantangan, berpikir di luar
kebiasaan, dan berinovasi.
6.Pemikiran Kritis
yaitu kemampuan menganalisis informasi, mengevaluasi argumen, dan membuat
keputusan berdasarkan pemahaman mendalam.
Kompetensi ini juga
mencakup pembelajaran sosial-emosional, empati, kewirausahaan, dan keterampilan
untuk berfungsi dalam dunia yang kompleks dan saling terhubung.
Pertanyaannya bagaimana aplikasi dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI), pertama pada kompetensi karakter guru PAI dapat mengeksplor
melalui pembelajaran PAI yang diarahkan untuk membangun akhlak mulia sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, melalui kisah-kisah Nabi Muhammad SAW yang
mengajarkan kasih sayang, kejujuran, dan tanggung jawab. Guru dapat mendorong
siswa untuk merefleksikan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
Tugas Projek "Teladan Akhlak Mulia" di mana siswa diminta untuk
mempraktikkan nilai-nilai Islami dalam interaksi sosial, seperti membantu teman
yang kesulitan.
Kedua
kompetensi kewarganegaraan, guru PAI dapat mengaitkan ajaran Islam dengan peran
sebagai warga negara yang baik. PAI dapat mengajarkan pentingnya menjaga
kerukunan antarumat beragama, tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap
lingkungan. Misalnya kegiatan yaitu proyek kepedulian lingkungan berbasis
Islam, seperti menanam pohon dengan niat sedekah oksigen atau program
kebersihan masjid. Ketiga kompetensi kolaborasi melalui pembelajaran berbasis
kelompok dapat digunakan untuk mengajarkan kerja sama. Misalnya, dalam memahami
isi Al-Qur'an, siswa dikelompokkan untuk meneliti ayat-ayat tertentu dan
mempresentasikan pemahaman mereka. Atau diskusi kelompok tentang penerapan
nilai-nilai Islam dalam menghadapi masalah sosial, seperti kemiskinan atau
konflik.
Keempat
kompetensi komunikasi, guru PAI dapat melatih siswa untuk menyampaikan pendapat
atau berdakwah secara efektif, baik secara lisan maupun melalui media digital.
Misalnya melalui kegiatan lomba pidato Islami atau membuat vlog dakwah dengan
tema "Islam Rahmatan Lil ‘Alamin”, atau ketika berdiskusi atau presentasi tugas
dikelas. Kelima kompetensi kreativitas guru PAI dapat mendorong siswa untuk
berpikir kreatif dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai Islam. Guru bisa
memberikan ruang untuk mengekspresikan pemahaman mereka melalui seni,
teknologi, atau media lainnya. Misalnya membuat proyek kreatif seperti buku
cerita anak Islami, komik, atau aplikasi doa sehari-hari. Keenam kompetensi Pemikiran
Kritis, pembelajaran PAI dapat digunakan untuk melatih siswa berpikir kritis
dalam memahami teks agama, menganalisis isu-isu keagamaan kontemporer, atau mencari
solusi terhadap tantangan umat. Misalnya berdiskusi tentang Studi kasus
mengenai isu global, seperti Islamophobia, di mana siswa diminta mencari solusi
Islami yang bijak untuk mengatasinya.
Harapannya dengan mengintegrasikan enam kompetensi global
ini dalam pembelajaran PAI, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan agama
tetapi juga kemampuan untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam konteks dunia
modern. Hal ini menjadikan PAI relevan, holistik, dan mampu membentuk individu
yang berakhlak mulia, inovatif, serta siap menghadapi tantangan global.
0 komentar:
Posting Komentar