Standar kompetensi manajerial lainnya yang harus dimiliki ASN menurut
Permenpan RB nomor 38 Tahun 2017 yaitu :
2. Kerjasama
Kerjasama adalah konsep yang melibatkan
kolaborasi, interaksi positif, dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
bersama. Morton Deutsch (1949) seorang ahli psikologi sosial mengartikan kerjasama sebagai suatu proses di mana individu atau
kelompok bekerja sama untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan, menekankan pentingnya komunikasi,
saling pengertian, dan saling menghargai dalam mencapai kerjasama yang efektif. J. William Pfeiffer dan John E. Jones (2008) kerjasama adalah suatu proses yang
melibatkan sharing of goals (berbagi tujuan), sharing of resources (berbagi
sumber daya), dan sharing of rewards (berbagi hasil). Mereka menekankan pentingnya
kerja tim, saling dukung, dan saling ketergantungan antara individu dalam
mencapai tujuan Bersama. Roger T. Johnson dan David W. Johnson (1989) dua ahli pendidikan, mengartikan
kerjasama sebagai suatu interaksi antara individu atau kelompok yang didasarkan
pada saling percaya, saling membantu, dan saling mempertimbangkan kepentingan
orang lain, mereka
menekankan pentingnya kooperasi, kolaborasi, dan keadilan dalam mencapai
kerjasama yang produktif.
Kompetensi kerjasama melibatkan
kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, membangun hubungan yang baik,
dan berkontribusi dalam tim. Guru yang memiliki kompetensi kerjasama yang baik
mampu bekerja sama dengan rekan kerja, administrator, dan anggota tim
pengajaran lainnya. Mereka memahami pentingnya kolaborasi dalam mencapai tujuan
pendidikan bersama dan berkontribusi secara positif dalam lingkungan kerja yang
kooperatif. Guru yang kompeten dalam kerjasama mampu mendengarkan, berbagi ide,
dan menjalin hubungan yang saling mendukung dengan rekan kerja juga mampu berkolaborasi dalam
perencanaan pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan tindakan pengajaran yang
diperlukan.
Pengawas yang memiliki kompetensi
kerjasama yang baik mampu membangun hubungan yang baik dengan guru, staf, dan
anggota komunitas pendidikan, mampu memfasilitasi kerjasama tim, mempromosikan budaya kerja sama, dan
mendorong kolaborasi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Pengawas
yang kompeten dalam kerjasama mampu mendengarkan perspektif dan masukan dari
guru dan staf, serta mengambil keputusan yang melibatkan partisipasi juga mampu
membangun tim yang efektif, menghargai kontribusi individu, dan menciptakan
lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan profesional.
3. Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian
dan pertukaran informasi antara individu atau kelompok melalui simbol,
kata-kata, perilaku nonverbal, atau media lainnya. Wilbur Schramm (1954) mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang mempengaruhi tindakan, persepsi, atau pemahaman orang lain
melalui penggunaan simbol-simbol, menekankan pentingnya pemahaman yang efektif antara
pengirim pesan dan penerima pesan dalam mencapai komunikasi yang berhasil. Deborah Tannen (1990)
seorang ahli
linguistik dan komunikasi, menyoroti perbedaan gaya komunikasi antara individu
dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda, dia menekankan pentingnya memahami
perbedaan dalam gaya komunikasi, seperti perbedaan dalam tujuan komunikasi,
penggunaan bahasa, dan pengaruh konteks sosial, untuk memfasilitasi komunikasi
yang efektif.
Kompetensi komunikasi
menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi
Jabatan Aparatur Sipil Negara adalah Kemampuan untuk menerangkan pandangan
dan gagasan secara jelas, sistematis disertai argumentasi yang logis dengan
cara-cara yang sesuai baik secara lisan maupun tertulis, memastikan pemahaman, mendengarkan secara aktif dan efektif,mempersuasi, meyakinkan dan membujuk
orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Kompetensi komunikasi yang baik sangat
penting bagi guru dan pengawas dalam menjalankan tugas mereka dengan efektif.
Kompetensi komunikasi melibatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan
untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Guru yang memiliki
kompetensi komunikasi yang baik mampu berkomunikasi dengan jelas dan efektif
kepada siswa, rekan kerja, dan orang tua. Mereka mampu menyampaikan informasi,
instruksi, dan penjelasan dengan cara yang mudah dipahami oleh siswa.
Kompetensi komunikasi yang baik juga memungkinkan guru untuk mendengarkan dengan
empati, memahami kebutuhan dan masalah siswa, serta memberikan umpan balik yang
konstruktif. Guru yang kompeten dalam komunikasi juga dapat menjalin hubungan
yang baik dengan rekan kerja dan berkolaborasi dalam tim pengajar.
Pengawas dengan Kompetensi Komunikasi
yang baik mampu berkomunikasi dengan jelas dan terbuka kepada kepala sekolah, guru, staf, dan anggota komunitas
pendidikan lainnya. Kompetensi komunikasi yang baik memungkinkan pengawas untuk
memberikan arahan, umpan balik, dan dukungan yang tepat kepada guru. Pengawas
yang kompeten dalam komunikasi juga mampu memfasilitasi pertemuan, diskusi, dan
presentasi dengan baik, serta memiliki kemampuan untuk menjaga hubungan yang
positif dan kolaboratif dengan semua pihak terkait.
4.Orientasi pada Hasil
Orientasi pada hasil (outcome
orientation) mengacu pada sikap, fokus, dan pendekatan yang mengutamakan
pencapaian hasil yang diinginkan. Edwin A. Locke dan Gary P. Latham (1990) dua ahli dalam bidang psikologi industri dan organisasi,
mengemukakan konsep goal setting theory yang menekankan pentingnya orientasi
pada hasil. Menurut mereka orientasi
pada hasil melibatkan pengaturan tujuan yang spesifik, menantang, dan terukur
serta fokus pada pencapaian hasil yang diinginkan. Mereka menekankan bahwa
orientasi pada hasil dapat meningkatkan motivasi, kinerja, dan keberhasilan
individu atau tim. Robert
J. House (1971) seorang ahli dalam bidang kepemimpinan, mengidentifikasi orientasi pada
hasil sebagai salah satu karakteristik kepemimpinan yang efektif. Ia
berpendapat bahwa pemimpin dengan orientasi pada hasil menunjukkan keinginan
untuk mencapai hasil yang baik dan memotivasi orang lain untuk mencapai kinerja
yang tinggi. Pemimpin dengan orientasi pada hasil mendorong tim untuk
menghasilkan pencapaian yang superior dan berfokus pada tujuan yang diukur
secara jelas.
Standar kompetensi orientasi pada hasil
(outcome orientation) menekankan pentingnya fokus pada pencapaian hasil yang
diinginkan dan kemampuan untuk mengukur, memantau, dan mengevaluasi hasil
tersebut. Guru yang memiliki standar kompetensi orientasi pada hasil mampu
mengatur tujuan yang spesifik, terukur, dan relevan untuk siswa mereka. Mereka
mampu mengembangkan dan mengimplementasikan pembelajaran yang terarah pada
pencapaian hasil yang diinginkan. Guru dengan standar kompetensi ini juga mampu
mengukur dan mengevaluasi kemajuan siswa secara obyektif, menggunakan data dan
bukti untuk menginformasikan praktek pembelajaran mereka dan mampu menyesuaikan strategi pengajaran untuk mencapai
hasil yang optimal.
Pengawas dengan standar kompetensi orientasi pada
hasil mampu memimpin dalam mencapai hasil yang diinginkan secara sistematis, mampu mengembangkan dan menerapkan
kebijakan, prosedur dan
program yang berorientasi pada pencapaian hasil pendidikan yang baik. Serta mampu melakukan pemantauan dan
evaluasi berkelanjutan terhadap kinerja guru dan siswa berdasarkan hasil yang
diharapkan. Mereka menggunakan data dan informasi untuk memberikan refleksi,
umpan balik, dukungan,
dan arahan serta tindak lanjut untuk mencapai hasil yang optimal.
Referensi
Deutsch, M. (1949). An
experimental study of the effects of cooperation and competition upon group
process. Human Relations, 2(3), 199-231.
Pfeiffer, J. W., & Jones,
J. E. (2008). The 2008 annual: Developing human resources. John Wiley &
Sons.
Johnson, R. T., &
Johnson, D. W. (1989). Cooperation and competition: Theory and research.
Interaction Book Company.
Schramm, W. (1954). How
communication works. In W. Schramm (Ed.), The process and effects of mass
communication (pp. 3-26). Urbana, IL: University of Illinois Press.
Tannen, D. (1990). You just don't understand:
Women and men in conversation. New York, NY: William Morrow and Company.
Locke, E. A., &
Latham, G. P. (1990). A theory of goal setting and task performance. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
House, R. J. (1971). A
path-goal theory of leader effectiveness. Administrative Science Quarterly,
16(3), 321-338.
Keren bunda Doktor, lanjutkan tuk berbagi
BalasHapus