Selasa, 11 Juli 2023

3 Asfek Dalam standar kompetensi manajerial

  


Standar kompetensi manajerial lainnya yang harus dimiliki ASN menurut Permenpan RB nomor 38 Tahun 2017 yaitu :

2. Kerjasama

Kerjasama adalah konsep yang melibatkan kolaborasi, interaksi positif, dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Morton Deutsch (1949) seorang ahli psikologi sosial mengartikan kerjasama sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok bekerja sama untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan, menekankan pentingnya komunikasi, saling pengertian, dan saling menghargai dalam mencapai kerjasama yang efektif. J. William Pfeiffer dan John E. Jones (2008) kerjasama adalah suatu proses yang melibatkan sharing of goals (berbagi tujuan), sharing of resources (berbagi sumber daya), dan sharing of rewards (berbagi hasil). Mereka menekankan pentingnya kerja tim, saling dukung, dan saling ketergantungan antara individu dalam mencapai tujuan Bersama. Roger T. Johnson dan David W. Johnson (1989) dua ahli pendidikan, mengartikan kerjasama sebagai suatu interaksi antara individu atau kelompok yang didasarkan pada saling percaya, saling membantu, dan saling mempertimbangkan kepentingan orang lain, mereka menekankan pentingnya kooperasi, kolaborasi, dan keadilan dalam mencapai kerjasama yang produktif.

Kompetensi kerjasama melibatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, membangun hubungan yang baik, dan berkontribusi dalam tim. Guru yang memiliki kompetensi kerjasama yang baik mampu bekerja sama dengan rekan kerja, administrator, dan anggota tim pengajaran lainnya. Mereka memahami pentingnya kolaborasi dalam mencapai tujuan pendidikan bersama dan berkontribusi secara positif dalam lingkungan kerja yang kooperatif. Guru yang kompeten dalam kerjasama mampu mendengarkan, berbagi ide, dan menjalin hubungan yang saling mendukung dengan rekan kerja juga mampu berkolaborasi dalam perencanaan pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan tindakan pengajaran yang diperlukan.

Pengawas yang memiliki kompetensi kerjasama yang baik mampu membangun hubungan yang baik dengan guru, staf, dan anggota komunitas pendidikan, mampu memfasilitasi kerjasama tim, mempromosikan budaya kerja sama, dan mendorong kolaborasi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Pengawas yang kompeten dalam kerjasama mampu mendengarkan perspektif dan masukan dari guru dan staf, serta mengambil keputusan yang melibatkan partisipasi juga mampu membangun tim yang efektif, menghargai kontribusi individu, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan profesional.

3. Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian dan pertukaran informasi antara individu atau kelompok melalui simbol, kata-kata, perilaku nonverbal, atau media lainnya. Wilbur Schramm (1954) mendefinisikan komunikasi sebagai  proses yang mempengaruhi tindakan, persepsi, atau pemahaman orang lain melalui penggunaan simbol-simbol, menekankan pentingnya pemahaman yang efektif antara pengirim pesan dan penerima pesan dalam mencapai komunikasi yang berhasil. Deborah Tannen (1990) seorang ahli linguistik dan komunikasi, menyoroti perbedaan gaya komunikasi antara individu dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda, dia menekankan pentingnya memahami perbedaan dalam gaya komunikasi, seperti perbedaan dalam tujuan komunikasi, penggunaan bahasa, dan pengaruh konteks sosial, untuk memfasilitasi komunikasi yang efektif.

Kompetensi komunikasi menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara adalah Kemampuan untuk menerangkan pandangan dan gagasan secara jelas, sistematis disertai argumentasi yang logis dengan cara-cara yang sesuai baik secara lisan maupun tertulis, memastikan pemahaman, mendengarkan secara aktif dan efektif,mempersuasi, meyakinkan dan membujuk orang lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Kompetensi komunikasi yang baik sangat penting bagi guru dan pengawas dalam menjalankan tugas mereka dengan efektif. Kompetensi komunikasi melibatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Guru yang memiliki kompetensi komunikasi yang baik mampu berkomunikasi dengan jelas dan efektif kepada siswa, rekan kerja, dan orang tua. Mereka mampu menyampaikan informasi, instruksi, dan penjelasan dengan cara yang mudah dipahami oleh siswa. Kompetensi komunikasi yang baik juga memungkinkan guru untuk mendengarkan dengan empati, memahami kebutuhan dan masalah siswa, serta memberikan umpan balik yang konstruktif. Guru yang kompeten dalam komunikasi juga dapat menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja dan berkolaborasi dalam tim pengajar.

Pengawas dengan Kompetensi Komunikasi yang baik mampu berkomunikasi dengan jelas dan terbuka kepada kepala sekolah, guru, staf, dan anggota komunitas pendidikan lainnya. Kompetensi komunikasi yang baik memungkinkan pengawas untuk memberikan arahan, umpan balik, dan dukungan yang tepat kepada guru. Pengawas yang kompeten dalam komunikasi juga mampu memfasilitasi pertemuan, diskusi, dan presentasi dengan baik, serta memiliki kemampuan untuk menjaga hubungan yang positif dan kolaboratif dengan semua pihak terkait.

4.Orientasi pada Hasil

Orientasi pada hasil (outcome orientation) mengacu pada sikap, fokus, dan pendekatan yang mengutamakan pencapaian hasil yang diinginkan. Edwin A. Locke dan Gary P. Latham  (1990) dua ahli dalam bidang psikologi industri dan organisasi, mengemukakan konsep goal setting theory yang menekankan pentingnya orientasi pada hasil. Menurut mereka orientasi pada hasil melibatkan pengaturan tujuan yang spesifik, menantang, dan terukur serta fokus pada pencapaian hasil yang diinginkan. Mereka menekankan bahwa orientasi pada hasil dapat meningkatkan motivasi, kinerja, dan keberhasilan individu atau tim. Robert J. House (1971) seorang ahli dalam bidang kepemimpinan, mengidentifikasi orientasi pada hasil sebagai salah satu karakteristik kepemimpinan yang efektif. Ia berpendapat bahwa pemimpin dengan orientasi pada hasil menunjukkan keinginan untuk mencapai hasil yang baik dan memotivasi orang lain untuk mencapai kinerja yang tinggi. Pemimpin dengan orientasi pada hasil mendorong tim untuk menghasilkan pencapaian yang superior dan berfokus pada tujuan yang diukur secara jelas.

Standar kompetensi orientasi pada hasil (outcome orientation) menekankan pentingnya fokus pada pencapaian hasil yang diinginkan dan kemampuan untuk mengukur, memantau, dan mengevaluasi hasil tersebut. Guru yang memiliki standar kompetensi orientasi pada hasil mampu mengatur tujuan yang spesifik, terukur, dan relevan untuk siswa mereka. Mereka mampu mengembangkan dan mengimplementasikan pembelajaran yang terarah pada pencapaian hasil yang diinginkan. Guru dengan standar kompetensi ini juga mampu mengukur dan mengevaluasi kemajuan siswa secara obyektif, menggunakan data dan bukti untuk menginformasikan praktek pembelajaran  mereka dan mampu menyesuaikan strategi pengajaran untuk mencapai hasil yang optimal.

Pengawas dengan standar kompetensi orientasi pada hasil mampu memimpin dalam mencapai hasil yang diinginkan secara sistematis, mampu mengembangkan dan menerapkan kebijakan, prosedur dan program yang berorientasi pada pencapaian hasil pendidikan yang baik. Serta mampu melakukan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan terhadap kinerja guru dan siswa berdasarkan hasil yang diharapkan. Mereka menggunakan data dan informasi untuk memberikan refleksi, umpan balik, dukungan, dan arahan serta tindak lanjut untuk mencapai hasil yang optimal.

Referensi

Deutsch, M. (1949). An experimental study of the effects of cooperation and competition upon group process. Human Relations, 2(3), 199-231.

Pfeiffer, J. W., & Jones, J. E. (2008). The 2008 annual: Developing human resources. John Wiley & Sons.

Johnson, R. T., & Johnson, D. W. (1989). Cooperation and competition: Theory and research. Interaction Book Company.

Schramm, W. (1954). How communication works. In W. Schramm (Ed.), The process and effects of mass communication (pp. 3-26). Urbana, IL: University of Illinois Press.

 Tannen, D. (1990). You just don't understand: Women and men in conversation. New York, NY: William Morrow and Company.

Locke, E. A., & Latham, G. P. (1990). A theory of goal setting and task performance. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

House, R. J. (1971). A path-goal theory of leader effectiveness. Administrative Science Quarterly, 16(3), 321-338.

 


Share:

1 komentar: