Literasi Fondasi Peradaban Dunia : Membaca Potensi Diri
Membaca
merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan salah satu kegiatan memahami
dan mengambil makna dari suatu kata-kata, gagasan, ide, konsep dan informasi.
Ketika kita membaca dalam teks bacaan yang kita baca terkandung makna yang
tersirat (makna yang tersembunyi) dan tersurat (makna yang tertulis). Menurut
konsep Islam membaca atau Iqra secara etimologis diambil dari akar kata
qara’a yang berarti menghimpun, sehingga tidak selalu diartikan membaca sebuah
teks yang tertulis dengan aksara tertentu. Selain bermakna menghimpun kata, qara’a
juga memiliki sekumpulan makna menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.[1]
Allah
swt berfirman dalam Quran Surat Al Alaq 1-2 :
.اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
"Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.
Kita selaku manusia diarahkan untuk meneliti, memahami dan menyelami proses penciptaan dirinya, dan harus membaca sebagai kunci untuk menghimpun pengetahuan dan membaca seluruh potensi yang kita miliki agar dapat secara optimal kita pergunakan. Allah swt berfirman dalam Quran Surat Al Isra ayat 14 :
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai
penghisab terhadapmu". (17: 14)
Dalam
ayat tersebut kita diingatkan bahwa kita selaku manusia harus membaca dirinya,
kita hidup tidak hanya di dunia tetapi di akhirat bahkan dalam Al Quran Surat
Ad Dhuha ayat 4 dikatakan bahwa “ dan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih
utama”, Oleh karena itu kita selaku manusia akan berusaha mengoptimalkan
semua potensi yang kita miliki untuk
apa, untuk beribadah kepada Allah semata sesuai firman Allah dalam Quran Surat
Adz Dzariyat ayat 56 yang artinya berbunyi “ Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.” (QS Adz dzariyat :56).
Tugas
Pendidikan Islam memberikan dorongan ketika manusia berusaha menggunakan
potensi baik yang dimilikinya untuk meminimalisir perbuatan negatifnya. Manusia
secara fitrah ( asal kejadian ) memiliki stuktur bidimensial, yaitu
dimensi jasmaniah dan dimensi rohaniah, ditinjau dari segi fisik biologis
manusia telah mencapai kesempurnaan bentuk, tetapi dari segi rohaniah-spiritual
dan moral manusia tidak pernah berakhir,[2]
karena hidup merupakan suatu proses dan dalam proses tersebut akan selalu ada
perubahan, melalui segi rohaniah-spiritual dan moralnya manusia akan mampu
beradaptasi, mengontrol dan mengubahnya sesuai ketentuan Allah tentunya. Oleh
karena itu maka dari segi rohaniah-spiritual dan moral yang dapat menjadi dasar
potensi yan harus dikembangkan dalam proses pendidikan. Karena pada segi ini
manusia memiliki potensi yang sangat luar biasa yang dapat dijadikan sumber
pengembangan dirinya baik sebagai objek atau subjek dalam pengelolaan sebuah
proses pendidikan.
Pendidikan
dalam arti luas adalah proses menuju kesempurnaan fungsi jasmani dan rohani
manusia. Dalam bingkai pendidikan Islam maka kesempurnaan fungsi jasmani dan
rohani manusia tersebut harus berdasarkan nilai-nilai Islam yaitu nilai yang
bersumber dari Al Quran dan Hadis. Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam,
Moh. Fadhil Al-Djamali berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah proses yang
mengarahkan manusia pada kehidupan yang baik. Dan mengangkat derajat
kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh
dari luar).[3]
Dengan adanya proses pendidikan manusia dapat memperoleh pengetahuan yang dapat
menjadikan potensinya berkembang. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan
potensi manusia tidak dapat dipisahkan dari proses berpengetahuan.
Potensi diri pada
manusia merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang
telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau
dipergunakan secara maksimal. Manusia memiliki potensi diri yang
dapat dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:[4]
a. Potensi Fisik (Psychomotoric)
Potensi diri ini dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk saling membagi
kepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Contohnya hidung untuk
mencium bau, tangan untuk menulis, kaki untuk berjalan, telinga untuk
mendengar, dan mata untuk melihat.
b.
Potensi Mental Intelektual (Intellectual Quotient)
Potensi diri ini adalah potensi kecerdasan yang terdapat di otak manusia
(terutama otak bagian kiri). Fungsi dari potensi ini yaitu untuk merencanakan
sesuatu, menghitung dan menganalisis.
c.
Potensi Sosial Emosional (Emotional Quotient)
Potensi diri ini sama dengan potensi mental intelektual, tetapi potensi ini
terdapat di otak manusia bagian kanan. Fungsinya yaitu untuk bertanggung jawab,
mengendalikan amarah, motivasi, dan kesadaran diri.
d.
Potensi Mental Spiritual (Spiritual Quotient)
Potensi ini merupakan potensi kecerdasan yang berasal dari dalam diri
manusia yang berhubungan dengan kesadaran jiwa, bukan hanya untuk mengetahui
norma, tapi untuk menemukan norma.
e.
Potensi Daya Juang (Adversity Quetient)
Sama seperti potensi mental spiritual, potensi daya juang juga berasal dari
dalam diri manusia dan berhubungan dengan keuletan, ketangguhan, dan daya juang
yang tinggi.
Beberapa potensi manusia
menurut Agama Islam yang diberikan oleh Allah SWT :[5]
a.
Potensi Akal
Manusia memiliki potensi akal yang dapat menyusun konsep-konsep, mencipta,
mengembangkan, dan mengemukakan gagasan.
b.
Potensi Ruh
Manusia memiliki ruh. Banyak mendapat para ahli tentang ruh. Ada yang
mengatakan bahwa ruh pada manusia adalah nyawa. Sementara sebagian yang lain
mengalami ruh pada manusia sebagai dukungan dan peneguhan kekuatan batin.
c.
Potensi Qalbu
Qalbu disini tidak dimaknai sebagai hati
yang ada pada manusia.
d.
Potensi Fitrah
Manusia pada saat lahir memiliki potensi fitrah. Fitrah disini tidak
dimaknai melulu sebagai sesuatu yang suci. Fitrah disini adalah bahwa sejak
lahir fitrah manusia adalah membawa agama yang benar. Namun, kondisi fitrah ini
berpotensi tercampur dengan yang lain dalam proses pembentukannya.
e.
Potensi Nafs
Dalam bahasa Indonesia, nafs diserap menjadi nafsu berarti
‘dorongan kuat berbuat kurang baik’. Sementara nafs yang ada pada
manusia tidak hanya dorongan berbuat buruk, tetapi berpotensi berbuat baik.
Dengan kata lain, nafs ini berpotensi positif dan negative.
Selaku
praktisi pendidikan harus mengetahui dan memahami macam-macam potensi yang
dimiliki oleh manusia, agar dapat membaca seluruh potensi yang dimiliki diri
sendiri dan mengembangkannya ke arah yang positif, baik oleh para orang tua
dirumah dalam mendidik diri mereka sendiri agar menjadi orang tua yang dapat
memberi keteladanan bagi diri mereka dan anaknya serta dapat mengembangkan
potensi anak mereka tanpa menafikan kelebihan dan kekurangan anak mereka. Untuk
Para Pengawas sekolah dapat mengoptimalkan kompetensi yang diharapkan dan dapat
memberikan pelayanan supervisi terbaik buat sekolah, kepala sekolah dan para
guru. Untuk Para guru dapat mengoptimalkan kompetensi yang harus dimiliki
seorang guru dalam memberikan pendidikan dan pengajaran yang optimal terhadap
para peserta didik agar dalam proses pembelajaran tidak ada cap bodoh terhadap
anak tetapi anak belum bisa melakukannya.
Semua
orang adalah guru bagi dirinya dan lingkungannya, bagi orang tua dirumah
terhadap anaknya, apalagi guru yang berada di sekolah, guru harus mampu
memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah dan yang
paling penting adalah mengendalikan diri sera menghindari dari
kesalahan-kesalahan tersebut. Dari berbagai kajian menunjukkan bahwa ada 7 kesalahan
yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah ; [6]
1. Mengajar tanpa persiapan, disamping
merugikan guru sebagai tenaga profesional juga merugikan perkembangan peserta
didik karena peserta didik pada umumnya memiliki taraf perkembangan dan potensi
yang berbeda-beda sehingga menuntut metode dan media yang berbeda pula.
2.
Jangan menunggu peserta didik
berperilaku negatif, jangan mengabaikan kepribadian mereka dan lupa memberikan
pujian pada yang berbuat baik, guru perlu belajar untuk menangkap perilaku
positif yang ditunjukkan oleh peserta didik dan menghargai mereka dengan
perhatian dan pujian.
3. Guru tidak mempunyai rencana
tindakan yang benar ketika peserta didik melakukan kesalahan sehinggga
penegakan disiplin bersifat deskrtuktif bukan
membangun sehingga penegakan disiplin kurang efektif dan merusak kepribadian serta
harga diri peserta didik.
4. Mengabaikan perbedaan individu
peserta didik, adapun peserta didik yang perlu dipahami guru antara lain:
kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi,sikap, kepribadian, hasil belajar,
catatan kesehatan, latar belakang keluarga dan kegiatan di sekolah, dengan
memahami ciri-ciri peserta didik guru dapat mengembangkan dan mengarahkan ke
arah yang lebih baik.
5. Guru merasa paling pandai di
kelasnya, seharusnya guru menjadi pembelajar sepanjang hayat yang senantiasa
menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sesuai perkembangan di
masyarakat.
6.
Guru tidak adil dalam memberikan
penilaian sehingga merugikan perkembangan peserta didik, seharusnya guru dapat
memberikan pembelajaran yang baik dan efektif yang mampu memeberikan kemudahan belajar
secara adil dan merata.
7.
Memaksa hak peserta didik merupakan
kesalahan yang dilakukan ketika guru berbisnis dalam pembelajaran.
Semua potensi tersebut adalah modal utama bagi kita pendidik untuk
melaksanakan tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu harus kita
olah dan dayagunakan dengan sebaik-baiknya.
Daftar
Pustaka
Khan,Achmad warid, 2002, Membebaskan
Pendidikan Islam ,Yogyakarta: Institut Tafsir Wacana.
M Arifin, 2007, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara.
http://munierzero.blogspot.co.id, makalah-tafsir-tarbawi-potensi-manusia.
E.Mulyasa,
2011, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
2002), hal. 48.
(Bandung:
PT Remaja Rosda Karya, 2011), hal 20-30.
0 komentar:
Posting Komentar