Selasa, 11 April 2023

Cerita Fiksi Humor Abu Nawas dan Nasreddin Hodja

 

                                              (Sufiz.com)

Tema samber thr hari Rabu ini sangat menarik yaitu tentang fiksi humor Ramadan, jika dikaitkan tema di atas dengan tokoh dalam Islam pasti teringat dengan tokoh Abu Nawas orang yang cerdik dan pandai, bahkan di pesantren ada nadhom syair Abu Nawas yang suka dibacakan saat sebelum sholat berjamaah apabila ditilik arti syairnya ternyata sangat dalam. Apa itu fiksi humor Ramadan yaitu sejenis cerita fiksi yang berisi humor atau komedi yang berkaitan dengan bulan Ramadan, di mana kisah-kisah tersebut dapat membuat pembaca tertawa sambil memberikan pesan atau hikmah yang baik. Cerita ini biasanya mengandung elemen-elemen yang bersifat lucu dan menghibur, seperti kesalahan atau kejadian konyol yang terjadi selama bulan Ramadan.

Tokoh-tokoh yang terkenal akan cerita fiksi humor diantaranya seperti Abu Nawas, Nasreddin Hodja, dan lainnya namun yang akan dikupas pada tulisan ini dua tokoh saja dan dua cerita. Meskipun bersifat lucu dan menghibur, cerita fiksi humor Ramadan dapat memberikan pelajaran yang positif tentang kebiasaan dan nilai-nilai yang dihormati dalam agama Islam selama bulan suci ini, seperti ketekunan, kesabaran, dan kebersamaan sehingga akan dipetik hikmah atau pelajaran dibalik cerita tersebut.

Siapa Abu Nawas itu, ia adalah seorang tokoh legendaris dari dunia Arab yang dikenal sebagai penyair, pelawak, dan cerdik. Ia hidup pada abad ke-8 di kota Kufah, Irak, dan menjadi salah satu sahabat dekat dari khalifah Harun al-Rashid. Terkenal karena kecerdikannya dan kejenakannya dalam menyampaikan kritik sosial dan politik melalui puisi dan humor. Dia dikenal sebagai sosok yang berani dan tidak takut mengkritik para pejabat dan orang kuat yang korup, termasuk khalifah sendiri. Karya-karyanya, baik dalam bentuk puisi maupun humor, banyak dikenal dan dipelajari hingga saat ini.

Salah satu cerita humor Ramadan Abu Nawas yaitu, pada suatu malam di bulan Ramadan, Abu Nawas sedang duduk di teras rumahnya dan menikmati segelas air mineral dingin setelah seharian berpuasa. Tiba-tiba, seorang tetangga datang dan berkata, "Abu Nawas, kamu tidak boleh minum air selama puasa!"

Abu Nawas tersenyum dan berkata, "Tidak perlu khawatir, ini bukan air biasa. Ini adalah air yang disebut 'air puasa'."

Tetangganya kaget dan bertanya, "Air puasa? Apa itu?"

Abu Nawas tersenyum dan berkata, "Air puasa adalah air yang dihasilkan dari hasil saringan udara di dalam ruangan saat kita berpuasa. Ini adalah air murni yang tidak mengandung kalori atau gula, sehingga tidak membatalkan puasa kita."

Tetangga Abu Nawas terkesan dengan penjelasannya dan berkata, "Wow, aku belum pernah mendengar tentang air puasa sebelumnya! Terima kasih telah memberi tahu aku!"

Abu Nawas tersenyum lagi dan berkata dalam hati, "Ah, betapa mudahnya untuk menipu orang saat mereka lapar dan haus selama bulan Ramadan."

Dari cerita ini, kita dapat belajar bahwa kita tidak boleh mudah percaya pada segala hal yang kita dengar selama bulan Ramadan. Kita harus selalu melakukan pengecekan dan penelitian sebelum mempercayai sesuatu, terutama jika itu terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Selain itu, humor dapat membantu kita untuk mengurangi stres dan menikmati bulan Ramadan dengan lebih bahagia dan santai.

Tokoh lainnya yaitu Nasreddin Hodja, tokoh legendaris dari Timur Tengah yang terkenal karena ceritanya yang lucu dan mengandung hikmah. Dia adalah seorang filsuf, ahli agama, dan pengajar yang hidup pada abad ke-13 di Anatolia, Turki. Nasreddin Hodja dikenal karena kecerdikan dan kebijaksanaannya dalam memecahkan masalah, serta kemampuannya untuk menyampaikan pesan moral dan kritik sosial melalui cerita-ceritanya yang lucu dan menghibur. Cerita-cerita tentang Nasreddin Hodja seringkali dijadikan bahan bacaan anak-anak di berbagai negara di Timur Tengah dan Asia Tengah, dan telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di seluruh dunia. Meskipun ceritanya seringkali mengandung unsur humor, pesan moral yang terkandung dalam ceritanya tetap relevan dan memiliki makna yang dalam.

Salah satu cerita humor Ramadan Nasredin Hodja yaitu, Suatu hari, pada bulan Ramadan, Nasreddin Hodja duduk bersama teman-temannya di sebuah kafe. Saat mereka menunggu waktu berbuka, Hodja menyadari bahwa seorang tamu asing sedang duduk di sudut ruangan, sendirian dan tidak makan atau minum apa pun. Hodja penasaran dan memutuskan untuk mendekati tamu itu dan bertanya, "Maafkan saya, saudara. Mengapa Anda tidak makan atau minum seperti  yang lain?"

Tamu itu menjawab, "Saya sedang berpuasa, saudara. Saya ingin menunjukkan penghormatan saya pada bulan suci ini dan memperbaiki hubungan saya dengan Tuhan."

Hodja mengangguk mengerti, tetapi kemudian ia bertanya, "Tetapi mengapa Anda duduk di kafe ini? Bukankah ini tempat yang salah untuk berpuasa dan menunjukkan penghormatan pada bulan suci ini?"

Tamu itu tersentak dan mulai merasa malu. Ia menyadari bahwa Hodja benar, dan ia segera meninggalkan kafe dan pergi ke masjid untuk beribadah.

Cerita ini mengajarkan kita pentingnya kesadaran dan penghormatan pada bulan Ramadan. Kita tidak hanya perlu menjalankan ibadah puasa, tetapi juga memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan dan mencari kebaikan dalam tindakan kita sehari-hari. Kita juga perlu berhati-hati dalam memilih tempat untuk berada selama bulan suci ini, karena kita harus menghindari tempat-tempat yang dapat mengganggu ibadah kita. Dengan kesadaran yang tepat, kita dapat mengambil manfaat penuh dari bulan Ramadan dan menjadikannya sebagai waktu yang membawa keberkahan dan kebaikan bagi kita.

Cerita yang disampaikan Abu Nawas, Nasredin Hodja sebenarnya hal yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, namun disampaikan dengan narasi yang terkesan tidak menggurui tapi mengandung makna yang cukup dalam, artinya setiap cerita yang terjadi pasti ada hikmah yang terkandung didalamnya, bagaimana cara kita memaknai hikmah tersebut sehingga ada damfak yang didapatkan dan berkesan secara mendalam sehingga jika hal tersebut merupakan hal yang kurang baik maka jangan diulang kembali, sebaliknya jika hal tersebut berdampak baik maka dipertahankan. Kita bisa belajar dari diri sendiri, orang lain dan makhluk yang ada di sekitar kita.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar